cover
Contact Name
Agus Chalid
Contact Email
gulid.p@gmail.com
Phone
+6285220013654
Journal Mail Official
gmhc.unisba@gmail.com
Editorial Address
Jalan Hariangbanga No. 2, Tamansari, Bandung 40116
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Global Medical and Health Communication
ISSN : 23019123     EISSN : 24605441     DOI : https://doi.org/10.29313/gmhc
Core Subject : Health, Science,
Global Medical and Health Communication is a journal that publishes research articles on medical and health published every 4 (four) months (April, August, and December). Articles are original research that needs to be disseminated and written in English. Subjects suitable for publication include but are not limited to the following fields of anesthesiology and intensive care, biochemistry, biomolecular, cardiovascular, child health, dentistry, dermatology and venerology, endocrinology, environmental health, epidemiology, geriatric, hematology, histology, histopathology, immunology, internal medicine, nursing sciences, midwifery, nutrition, nutrition and metabolism, obstetrics and gynecology, occupational health, oncology, ophthalmology, oral biology, orthopedics and traumatology, otorhinolaryngology, pharmacology, pharmacy, preventive medicine, public health, pulmonology, radiology, and reproductive health.
Articles 13 Documents
Search results for , issue "Vol 5, No 3 (2017)" : 13 Documents clear
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Merokok pada Remaja Kampung Bojong Rawalele, Jatimakmur, Bekasi Erlina Wijayanti; Citra Dewi; Rifqatussa'adah Rifqatussa'adah
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (130.318 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v5i3.2298

Abstract

Salah satu perilaku berisiko yang memiliki prevalensi tinggi di usia remaja adalah merokok, sedangkan seseorang yang merokok pada usia lebih muda akan lebih sulit berhenti dibanding dengan yang mulai merokok pada usia lebih tua. Tujuan penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok pada remaja. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional. Penelitian dilakukan di Kampung Bojong Rawalele, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat periode Januari–Februari 2017. Populasi penelitian adalah remaja di kampung tersebut. Subjek penelitian adalah individu usia 10–19 tahun. Sampel yang diambil sebanyak 94 responden dengan teknik snowball sampling. Remaja yang terlibat berpendidikan belum tamat SD sampai sudah tamat SMA. Di antara 19 remaja perokok (20%), merokok rata-rata sebanyak 5–6 batang per hari dan sudah merokok rata-rata selama 2–3 tahun. Sebagian besar (95%) perokok tersebut ingin berhenti merokok. Analisis bivariat menunjukkan bahwa jenis kelamin, usia, pengalaman, pengetahuan, dan sikap berhubungan signifikan dengan perilaku merokok (p<0,05). Pendidikan tidak berhubungan dengan perilaku merokok (p≥0,05). Simpulan, prediktor perilaku merokok pada remaja di Kampung Bojong Rawalele adalah jenis kelamin, usia, pengalaman, pengetahuan, dan sikap. Disarankan kepada orangtua maupun sekolah untuk memperhatikan kelompok berisiko merokok pada remaja.FACTORS ASSOCIATED WITH TEENAGER’S SMOKING BEHAVIOR AT BOJONG RAWALELE, JATIMAKMUR, BEKASIOne among risky behaviors of teenager was smoking. Someone who smoked at younger age would be more difficult to stop than who started smoking at an older age. The purpose of this study was to identify factors associated with smoking behavior in teenagers. This is a cross-sectional study on 94 teenagers 10 to 19 years old using snowball sampling technique. The study conducted from January to February 2017 at Bojong Rawalele, Pondok Gede, Bekasi, West Java. Results showed respondents have primary school to senior high school education. Among 19 smokers, ciggaretes were consumed 5–6 stems per day and they had smoked for 2–3 years on average. Most of the smokers wanted to stop smoking (95%). The bivariate analysis showed that gender, age, experience, knowledge, and attitude significantly associated with smoking behavior (p<0.05). However, education was not associated with smoking behavior (p≥0.05). In conclusion, the predictors of smoking behavior were gender, age, experience, knowledge, and attitude. It was suggested to parents and schools to pay attention to risky groups on smoking behavior.
Penggunaan Aplikasi Sayang ke Buah Hati (SEHATI) terhadap Asupan Zat Gizi Anak dan Pengetahuan Ibu Menerapkan Konsumsi Aneka Ragam Makanan Gizi Seimbang pada Anak Sekolah Dasar Giyawati Yulilania Okinarum; Irvan Afriandi; Dida Akhmad Gurnida; Herry Herman; Herry Garna; Tono Djuwantono
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (369.938 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v5i3.2576

Abstract

Kesehatan dan gizi yang buruk pada anak usia sekolah dapat menghambat pertumbuhan fisik, perkembangan, dan kecerdasan. Konsumsi pangan masyarakat Indonesia belum sesuai dengan pesan gizi seimbang. Aplikasi Sayang ke Buah Hati (SEHATI) diharapkan dapat menjadi alat strategi promosi kesehatan untuk meningkatkan asupan zat gizi anak dan pengetahuan ibu menerapkan konsumsi aneka ragam makanan gizi seimbang. Tujuan penelitian ini menganalisis perbedaan asupan zat gizi anak dan pengetahuan ibu menerapkan konsumsi aneka ragam makanan gizi seimbang pada anak sekolah dasar sebelum dengan sesudah diterapkan aplikasi SEHATI. Periode penelitian 2–18 Maret 2017 di SDIT Jabal Nur Yogyakarta. Subjek adalah ibu yang memiliki anak usia sekolah dasar (8–12 tahun) dan anaknya yang memenuhi kriteria penelitian. Penelitian ini merupakan randomized controlled trial (RCT). Pengambilan sampel dilakukan secara acak. Kelompok intervensi mendapatkan pemasangan aplikasi SEHATI dan kontrol diberikan pendidikan kesehatan, tiap-tiap kelompok terdiri atas 30 responden. Data diolah dengan uji nonparametrik, yaitu uji t berpasangan pada data yang berdistribusi normal dan uji Mann-Whitney pada data yang tidak berdistribusi normal. Terdapat perbedaan bermakna penggunaan aplikasi SEHATI terhadap peningkatan pengetahuan ibu pada kelompok intervensi (25,9%; p≤0,001), terjadi peningkatan skor asupan zat gizi anak pada kelompok intervensi yang bermakna, yaitu karbohidrat (13,8%; p=0,038) dan vitamin A (51,5%; p=0,005). Simpulan, terdapat perbedaan peningkatan asupan zat gizi dan pengetahuan ibu menerapkan konsumsi aneka ragam makanan gizi seimbang pada anak sekolah dasar sebelum dengan sesudah penggunaan aplikasi SEHATI.SAYANG KE BUAH HATI (SEHATI) APPLICATION USAGE ON CHILDREN NUTRIENT INTAKE AND MOTHERS’ KNOWLEDGE IN IMPLEMENTING NUTRITIONALLY BALANCED FOOD VARIETY AMONG PRIMARY SCHOOL CHILDRENNutrient imbalance affects children growth and development. Sayang ke Buah Hati (SEHATI) was an application developed for health promotion strategies to increase children nutrient intake and mothers’ knowledge in implementing consumption on nutritionally balanced food variety. The purpose of this study was to analyze the differences of children nutrient intake and mothers’ knowledge in implementing consumption of a variety of nutritionally balanced food on primary school children before and after applying the SEHATI application. Subjects were 30 randomly selected mothers who have primary school age children (8−12 years) and their children. This study is a randomized controlled trial (RCT) conducted on 2–18 of March 2017 in SDIT Jabal Nur Yogyakarta. The intervention group got the SEHATI application installed and health education. The data collected is processed by the paired t test on normally distributed data and Mann Whitney tests on data that are not normally distributed. Results showed significant increased knowledge of mothers in the intervention group significantly (25.9%, p≤0.001). Increased nutrients scores of children in the intervention group were carbohydrates (13.8%, p=0.038) and vitamin A (51.5%, p=0.005). In conclusions, there are differences of child nutrient intake and mothers’ knowledge in implementing consumption of a variety of nutritionally balanced food in primary school children before and after SEHATI application usage.
Efektivitas Latihan Penguatan terhadap Kemampuan Fungsional Anggota Gerak Atas pada Pasien Strok Iskemi Fase Subakut Cice Tresnasari; Andi Basuki; Irma Ruslina Defi
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (185.326 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v5i3.2231

Abstract

Stroke merupakan suatu penyakit dengan gejala utama kelemahan. Kelemahan anggota gerak atas menyebabkan penurunan kemampuan fungsional anggota gerak atas. Kekuatan adalah salah satu indikator performa fungsional anggota gerak atas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektivitas latihan penguatan anggota gerak atas dengan pita dan bola elastik terhadap peningkatan kekuatan dan kemampuan fungsional anggota gerak atas pada pasien stroke iskemi fase subakut. Rancangan penelitian adalah eksperimental, dilaksanakan di Rumah Sakit Hasan Sadikin periode Desember 2013-Juli 2014. Subjek terdiri atas 21 pasien stroke iskemi fase subakut berusia 40-59 tahun. Latihan penguatan dengan pita dan bola elastik dilakukan oleh semua subjek, 3 kali seminggu, selama 6 minggu, 2 set setiap latihan, 8 repetisi setiap set. Sebelum, setelah 2 minggu, 4 minggu dan 6 minggu latihan dilakukan penilaian kekuatan dan fungsi anggota gerak atas. Hasil menunjukkan bahwa latihan penguatan meningkatkan kekuatan anggota gerak atas (p<0,001) dan meningkatkan fungsi anggota gerak atas (p<0,001). Simpulan, latihan penguatan anggota gerak atas dengan pita dan bola elastik efektif meningkatkan kekuatan dan fungsi anggota gerak atas pada pasien stroke iskemi fase subakut. THE EFFECTIVENESS OF STRENGTHENING EXERCISES ON UPPER LIMBS FUNCTIONAL ABILITY OF SUBACUTE PHASE ISCHEMIC STROKE PATIENTSStroke is a disease with the primary symptoms of weakness. The weakness of the upper limbs caused a decrease in functional ability. Strength is one indicator of upper limb functional performance. The purpose of this study was to determine the effectiveness of upper limb strengthening exercises to increase strength and functional ability of upper limbs in patients with subacute phase ischemic stroke using elastic band and balls. The study was conducted using experimental method, performed at the Medical Rehabilitation Division, Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung from December 2013 to July 2014. Subjects consisted of 21 patients with ischemic stroke subacute phase aged 40–59 years. The strengthening exercises with elastic band and elastic ball were done by all subjects, 3 times a week, for 6 weeks. Each exercise consisted of 2 sets with 8 repetition of each set. Assessment of the strength and upper limbs function done before, after 2 weeks, 4 weeks and 6 weeks of strengthening exercises. Results showed that strengthening exercises increases the strength of the upper limbs (p<0.001) and increases the upper limbs function (p<0.001). Conclusions, upper limbs exercise strengthening with elastic band and elastic ball effectively increased the strength and upper limb function in ischemic stroke subacute phase patients.
The Association between Risk Factors and Blood Pressure in the Textile Industry Workers Sumardiyono Sumardiyono; Hartono Hartono; Ari Probandari; Prabang Setyono
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (151.112 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v5i3.2650

Abstract

Noise exposure is often found in the industrial environment that exposed workers at risk for increasing blood pressure. This study aimed at investigating the association between noise level, duration of noise exposure, age, use of earplugs, and body mass index with blood pressure on textile industry workers. An observational study with the cross-sectional design conducted during August to October 2016. The study population was 180 textile industry workers in Surakarta selected by consecutive sampling method. Statistical analysis used was multiple logistic regression. Results showed that variables associated with systolic blood pressure were the use of earplugs (OR=12.7), noise level (OR=7.2), body mass index (OR=5.3), age (OR=4.4) and duration of noise exposure (OR=3.5). Variables associated with diastolic blood pressure were the use of earplugs (OR=6.9), age (OR=6.6), noise level (OR=6.1), body mass index (OR=4.4), and duration of noise exposure (OR=3.1). In clonclusion, the risk factors for blood pressure increased among industrial workers are the use of earplug, noise level, body mass index, age and duration of noise exposure.ASOSIASI ANTARA FAKTOR RISIKO DAN TEKANAN DARAH PADA PEKERJA INDUSTRI TEKSTILPaparan kebisingan yang mengekspos pekerja sering ditemukan di lingkungan industri sehingga berisiko terjadi peningkatan tekanan darah. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan tingkat kebisingan, durasi paparan kebisingan, usia, penggunaan sumbat telinga, dan indeks massa tubuh dengan tekanan darah pada pekerja industri tekstil. Penelitian ini menggunakan jenis observasional dengan desain cross-sectional yang dilakukan pada bulan Agustus–Oktober 2016. Populasi penelitian adalah pekerja industri tekstil di Surakarta. Terpilih 180 orang pekerja dengan menggunakan metode sampling konsekutif. Analisis statistik yang digunakan adalah regresi logistik berganda. Variabel yang berhubungan dengan tekanan darah sistole adalah penggunaan sumbat telinga (OR=12,7), tingkat kebisingan (OR=7,2), indeks massa tubuh (OR=5,3), usia (OR=4,4), dan durasi paparan kebisingan (OR=3,5). Variabel yang terkait dengan tekanan darah diastole adalah penggunaan sumbat telinga (OR=6,9), usia (OR=6,6), tingkat kebisingan (OR=6,1), indeks massa tubuh (OR=4,4), dan durasi paparan kebisingan (OR=3,1). Simpulan, faktor risiko peningkatan tekanan darah di kalangan pekerja industri tekstil adalah penggunaan sumbat telinga, tingkat kebisingan, indeks massa tubuh, usia, dan durasi paparan kebisingan.
Hubungan Stadium Hipertensi dengan Derajat Perlemakan Menggunakan Indeks Hepatorenal Sonografi Dede Marina; Harry Galuh Nugraha; Leni Santiana; Lanny Noor Diyanti
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (149.319 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v5i3.2175

Abstract

Hipertensi merupakan prekursor perkembangan perlemakan hati nonalkoholik. Modalitas pencitraan USG paling banyak digunakan untuk menegakkan diagnosis perlemakan hati nonalkoholik. Saat ini dikembangkan teknik USG menggunakan parameter indeks hepatorenal sonografi yang dihitung dengan program software ImageJ dan digunakan untuk memprediksi derajat perlemakan hati. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara stadium hipertensi dan derajat perlemakan hati nonalkoholik menggunakan indeks hepatorenal sonografi. Penelitian menggunakan studi observasional analitik dengan rancangan cross sectional, pengambilan sampel dilakukan secara consecutive admission. Penelitian dilaksanakan di Bagian Radiologi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode Juni–Agustus 2016. Subjek penelitian 50 orang, laki-laki 22 orang, perempuan 28 orang, usia termuda 25 tahun, dan tertua 77 tahun. Hasil penelitian melalui uji statistik chi-square menunjukkan derajat perlemakan hati nonalkoholik ringan lebih banyak pada prehipertensi (9 dari 16), derajat sedang pada hipertensi stadium I (10 dari 19), dan derajat berat pada hipertensi stadium II (8 dari 15) dengan p<0,001. Perlemakan hati nonalkoholik derajat sedang dan berat lebih sering ditemukan pada perempuan dengan hipertensi (p=0,005) Simpulan, terdapat hubungan antara stadium hipertensi dan derajat perlemakan hati nonalkoholik menggunakan indeks hepatorenal sonografi.THE ASSOCIATION OF HYPERTENSION STAGE AND NON-ALCOHOLIC FATTY LIVER DEGREE USING HEPATORENAL SONOGRAPHY INDEXHypertension is considered as a precursor to the development of non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD). Ultrasonography techniques have been developed using sonography hepatorenal index parameter calculated by ImageJ, that can predict the degree of NAFLD. This study aim to determine the relationship between hypertension stage and the degree of NAFLD using sonography hepatorenal index. The research is an observational using cross sectional methods, with consecutive admission sampling method. The study was performed at Dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung from June to August 2016. A total of 50 subjects, 22 men and 28 women, with the youngest 25 and the oldest 77 years old participated. Results  indicated that the mild degree of NAFLD were higher on prehypertension (9 of 16), the moderate degree on stage I hypertension (10 of 19), while the severe degree found on stage II hypertension (8 of 15), with p<0.001. Moderate and severe degree of NAFLD in hypertensive patient is more common in women (p=0.005). In conclusion, there was a relationship between hypertension stage and the degree of NAFLD. 
Identifikasi Virus Hepatitis A pada Sindrom Penyakit Kuning Akut di Beberapa Provinsi di Indonesia Tahun 2013 Eka Pratiwi; Triyani Soekarso; Kindi Adam; Vivi Setiawaty
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (159.782 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v5i3.2386

Abstract

Penyakit kuning akut dapat disebabkan oleh infeksi virus hepatitis A, B, C, dan E dengan Hepatitis A dan E sebagai penyebab utama wabah. Gejala kuning pada kasus infeksi virus hepatitis A (HAV) muncul pada 2−6 minggu setelah pasien terinfeksi. Umumnya infeksi HAV tidak akan berkembang menjadi kronis, namun HAV dapat menyebabkan wabah. Pada tahun 2013 terjadi peningkatan penyakit kuning akut pada empat provinsi, yaitu Banten, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Penelitian ini bertujuan mengetahui penyebab penyakit kuning akut yang terjadi pada kejadian luar biasa di empat provinsi tersebut. Pengumpulan data dilakukan dari merebaknya kasus penyakit kuning akut selama tahun 2013 di empat provinsi di Indonesia. Spesimen dikumpulkan dan dikirim ke laboratorium Virologi di Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan (Puslitbang BTDK), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI. Spesimen diuji antibodi IgM HAV menggunakan metode enzyme immunoassay. Puslitbang BTDK menerima 102 spesimen dari tujuh kali laporan peningkatan kasus di empat provinsi, yaitu Banten, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Kepulauan Riau. Dari keseluruhan 102 spesimen, 38 spesimen (37%) positif IgM HAV, meliputi Banten 3 (2,9%), Kalimantan Selatan 7 (6,9%), Kepulauan Riau 4 (3,9%), dan Kalimantan Barat 24 (23,5%). Lebih banyak kasus perempuan dibanding dengan laki-laki dan dominan pada usia dewasa. Infeksi HAV adalah penyebab sindrom penyakit kuning akut di empat provinsi di Indonesia.HEPATITIS A VIRUS IDENTIFICATION ON ACUTE JAUNDICE SYNDROME IN SOME PROVINCES IN INDONESIA IN 2013Acute jaundice can be caused by hepatitis A, B, C and E virus. Hepatitis A and E are often as the main cause of the jaundice outbreak. The symptoms of Hepatitis A virus infection (HAV) appear 2−6 weeks after the patient infected. Generally HAV infection will not develop into chronic stages, but HAV can cause an outbreak. In 2013 there was an increase of acute jaudice syndrome in four provinces that are Banten, Riau Islands, West Kalimantan and South Kalimantan. The study aims to determine the cause of acute jaundice syndrome that occurs in extraordinary events in the four provinces. Data collection was conducted from outbreaks of acute cases of jaundice during 2013 in four provinces in Indonesia. Specimens were collected and sent to the Virology Laboratory at the Center for Research and Development of Biomedical and Basic Health Technology (Puslitbang BTDK), National Institute of Health Research and Development, Ministry of Health. The specimens tested using IgM HAV antibody enzyme immunoassay method. Puslitbang BTDK received 102 specimens from seven extraordinary reports in four provinces namely Banten, South Kalimantan, West Kalimantan and Riau Islands. From all 102 specimens, 38 specimens (37%) were positive IgM HAV, including Banten 3 (2.9%), South Kalimantan 7 (6.9%), Riau Islands 4 (3.9%) and West Kalimantan 24 (23.5%). Female cases were more dominant than males. HAV infection is the cause of acute jaundice syndrome in four provinces in Indonesia.
Efek Konsumsi Suplemen Kalsium dan Magnesium terhadap Dismenore Primer dan Sindrom Premenstruasi pada Perempuan Usia 19–23 Tahun Fen Tih Fen Tih; Cherry Azaria; Julia Windi Gunadi; Rizna Tyrani Rumanti; Alfred Tri Susanto; Alissa Amelia Santoso; Firsty Tasya Evitasari
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (164.515 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v5i3.2161

Abstract

Dismenore merupakan gangguan menstruasi dengan prevalensi terbesar diikuti gejala sindrom premenstruasi yang mencakup gejala fisik dan psikologis. Asupan mikronutrien kalsium dan magnesium dapat membantu mengatasi keluhan ini. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsumsi suplemen kalsium dan magnesium terhadap dismenore dan gejala sindrom premenstrual pada perempuan berusia 19–23 tahun. Penelitian ini merupakan eksperimental kuasi dengan rancangan pretes dan postes. Penelitian dilakukan di Universitas Kristen Maranatha Bandung pada bulan Juli–Desember 2016. Subjek penelitian adalah 60 orang perempuan berusia 19–23 tahun, dibagi menjadi dua kelompok secara acak untuk pemberian bahan uji kalsium (1.000 mg/hari) atau magnesium (250 mg/hari) yang diberikan mulai hari kedua menstruasi sampai siklus menstruasi yang berikutnya. Kadar kalsium atau magnesium serum diukur dengan metode spektrofotometri. Dismenore diukur dengan skala nyeri visual analog scale (VAS), sedangkan skor sindrom premenstrual diukur dengan shortened premenstrual assessment form sebelum dan sesudah pemberian bahan uji. Konsumsi kalsium menurunkan skor skala VAS rata-rata pada dismenore dari 6,97 menjadi 3,80 (p=0,000) dan skor total gejala sindrom premenstrual rata-rata dari 15,07 menjadi 10,80 (p=0,000). Konsumsi magnesium mengurangi skor skala VAS rata-rata pada dismenore dari 7 menjadi 4 (p=0,000) dan skor total gejala sindrom premenstrual rata-rata dari 12,27 menjadi 9,87 (p=0,001). Simpulan penelitian ini adalah konsumsi suplemen kalsium atau magnesium mengurangi keluhan dismenore dan gejala sindrom premenstrual pada perempuan usia 19–23 tahun.EFFECT OF CALCIUM AND MAGNESIUM SUPPLEMENTS ON PRIMARY DYSMENORRHEA AND PREMENSTRUAL SYNDROME IN 19–23 YEARS OLD WOMENDysmenorrhea is a menstrual disorder with the greatest prevalence followed by premenstrual syndrome that includes physical and psychological symptoms. Micronutrients intake of calcium and magnesium can help overcome these complaints. This research was conducted to find out the effect of calcium and magnesium supplements consumption on dysmenorrhea and premenstrual syndrome symptoms in 19–23 years old women. This was quasi experimental research with pre- and post-test design. The research was conducted in Maranatha Christian University Bandung from July to December 2016. The subjects of research were 60 women aged 19–23 years old, divided into two groups randomly. One group given calcium (1,000 mg/day) or magnesium (250 mg/day), which was given at the second day of menstruation until the next menstrual cycle. Serum levels of calcium or magnesium were measured with spectrophotometry method. Dysmenorrhea was measured with visual analog scale (VAS), whereas score of premenstrual syndrome was measured with shortened premenstrual assessment form, before and after treatment. The consumption of calcium lowers the VAS score average on dysmenorrhea from 6.97 to 3.80 (p=0.000) and the mean score of premenstrual syndrome from 15.07 to 10.80 (p=0.000). Consumption of magnesium reduces the VAS score average on dysmenorrhea from 7 to 4 (p=0.000) and the mean score of premenstrual syndrome from 12.27 to 9.87 (p=0.001). In conclusion, consumption of calcium or magnesium supplements reduce dysmenorrhea and premenstrual syndrome in women aged 19–23 years old.
Medical Student Career Choice’s Determinants: a Qualitative Study Rizma Adlia Syakurah; Yayi Suryo Prabandari; Doni Widyandana; Amitya Kumara
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (19.999 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v5i3.2799

Abstract

Choosing a career is an essential stage in medical students’ life. Previous researchers all across the world have been conducted studies to examine determinants of career choices in general and medical careers in sociodemographic and behavioral perspectives. While most of the studies centered on general career choices determinants and located mostly in western countries with general career choices as their topics, few studies explore about medical students’ career choices determinants in a collectivist culture like Indonesia. Hence, this study aimed to explore and describe determinants of medical students’ career choices in collectivist culture setting. Participants, 62 students in total, were recruited from all stages of undergraduate medical students in Sriwijaya University in November 2015 until January 2016. Each of focus groups was led by a facilitator to explore medical students’ career choices’ determinants. Transcripts encoded according to recurring topics and themes that came up during their discussions. Eight themes identified from the discussions were: four major, two intermediate and two minor issues. Major themes were financial gain, prestige, personal interest and family influence. In conclusion, some points can be used to increase medical students’ interest in various medical career fields. Exposure to medical career information should not target merely on medical students but also to their family and the community as well. Government roles in providing financial incentives as well as career opportunities to medical fields to increase the interest of medical students in the certain medical field.DETERMINAN KARIeER MAHASISWA KEDOKTERAN: SEBUAH STUDI KUALITATIFPemilihan karier merupakan salah satu fase yang penting dalam kehidupan seorang mahasiswa kedokteran. Berbagai penelitian di seluruh dunia telah dilakukan dalam menemukan dan menganalisis determinan pemilihan karier seseorang, baik secara umum, maupun dalam dunia kedokteran secara khusus yang dilakukan pada perspektif sosiodemografi dan perilaku. Saat ini masih sedikit sekali penelitian yang dilakukan pada mahasiswa kedokteran yang bertujuan mengeksplorasi determinan pemilihan kariernya, terutama dalam lingkungan dengan kultur kolektivisme seperti di Indonesia. Penelitian ini ditujukan mengeksplorasi dan menjelaskan alasan pemilihan karier mahasiswa kedokteran pada lingkungan dengan kultur kolektivisme. Partisipan adalah semua mahasiswa kedokteran preklinik di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya yang berjumlah 62 orang. Penelitian dilakukan pada bulan November 2015–January 2016. Tiap kelompok diskusi terarah dipimpin oleh seorang fasilitator yang melakukan eksplorasi terkait alasan pemilihan karier mereka. Hasil diskusi dicatat dan transkrip dikelompokkan sesuai dengan tema yang sering muncul selama kegiatan diskusi berlangsung. Delapan tema teridentifikasi dalam diskusi, yaitu empat tema mayor, dua tema menengah, dan dua tema minor bergantung pada seringnya tema tersebut muncul dalam semua diskusi. Tema mayor yang muncul adalah pendapatan, prestise, minat pribadi, dan pengaruh keluarga. Keterpaparan informasi karier kedokteran perlu dilakukan tidak hanya pada mahasiswa, tetapi juga pada keluarga dan lingkungan. Pemerintah juga berperan dalam memberikan insentif dan peluang pada bidang karier yang membutuhkan lebih banyak tenaga kerja di masa yang akan datang untuk meningkatkan minat mahasiswa pada bidang karier tersebut.
Faktor Pendukung dan Penghambat Penderita Diabetes Melitus dalam Melakukan Pemeriksaan Glukosa Darah Rizana Fajrunni&#039;mah; Diah Lestari; Angki Purwanti
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (149.683 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v5i3.2181

Abstract

Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolisme bersifat kronik yang ditandai peningkatan kadar glukosa darah serta gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Setiap tahun lebih dari empat juta orang meninggal akibat DM, dan jutaan orang mengalami efek buruk atau kondisi yang mengancam jiwa seperti serangan jantung, strok, gagal ginjal, kebutaan, dan amputasi. Kemampuan individu mengelola kehidupan sehari-hari serta mengendalikan dan mengurangi dampak penyakit yang dideritanya dikenal dengan self-management, yaitu mengikuti pola makan sehat, meningkatkan kegiatan jasmani, menggunakan obat DM dan obat pada keadaan khusus secara aman dan teratur, melakukan pemantauan kadar gula darah, serta perawatan kaki secara berkala. Beberapa penelitian melaporkan bahwa masih sedikit penderita DM melakukan pemantauan gula darah dengan baik. Penelitian ini bertujuan memperoleh pemahaman mendalam tentang pengalaman penderita DM dalam pemeriksaan kadar glukosa darah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif pendekatan fenomenologi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli–September 2016 di wilayah kerja Puskesmas Jatiwarna, Bekasi. Hasil analisis data teridentifikasi faktor pendukung pemeriksaan glukosa darah adalah faktor psikologis, sosial, edukasi, ekonomi, dan akses. Faktor penghambatnya adalah faktor psikologis, sosial, edukasi, penggunaan obat, sikap terhadap penyakit, dan persepsi terhadap jaminan kesehatan. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dalam meningkatkan kualitas edukasi dan pendampingan tenaga kesehatan kepada pasien sehingga pasien terbantu meningkatkan adaptasi dan kemampuannya memantau glukosa darah secara mandiri.SUPPORTING AND INHIBITING FACTORS OF DIABETES MELLITUS PATIENTS IN PERFORMING BLOOD GLUCOSE EXAMINATIONDiabetes mellitus (DM) is a chronic metabolic disorder marked by an increase in blood glucose levels and impaired metabolism of carbohydrates, fats, and proteins. Every year more than four million people die because diabetes and millions of people experience the ill effects of diabetes or life-threatening conditions such as heart attack, stroke, kidney failure, blindness, and amputation. The individual's ability to manage life, control and reduce the impact of the disease known as self-management is to follow a healthy diet, increasing physical activity, using the drug safely and regularly, monitoring blood sugar levels as well as maintenance feet regularly. Several studies reported only small number of DM patients examined blood glucose levels routinely. This study aim to gain a thorough understanding of individual experience with DM in examining blood glucose levels. This study used qualitative research with a phenomenological approach from July to September 2016 at Jatiwarna, Bekasi. The results identified factors supporting blood glucose examination were: psychological factors, social, educational, economic, and access to health care. The inhibiting factors were psychological factors, social, educational, drug use, attitudes toward the disease, and perceptions of health insurance. The results expected to improve the quality of education and mentoring for health workers. It will help patients improving the adaptability and the ability to blood glucose self-monitoring.
Mosquito Survey in the Campus Area of Universitas Padjadjaran Jatinangor in September to November 2016 Lia Faridah; Radiah Baizura; Sri Yusnita Irda Sari
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (15.764 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v5i3.2533

Abstract

Sumedang regency reported being one of dengue endemic areas in West Java. The number of dengue fever patients in Sumedang District General Hospital increased in the last quarter of 2015. Universitas Padjadjaran (Unpad) is one of most significant areas in Jatinangor Sumedang where many people are doing their activity day and night. The purpose of the study was to identify what types of mosquito genera exist in Unpad campus according to the time and location. A field survey was conducted at 22 locations in Unpad campus using modified electric light trap placed indoor and outdoor at each site from September to November 2016. The modified electrical trap was turned on for 24 hours, and samples collected every 12 hours. Mosquitoes trapped were put into the plastic cup, labeled according to time collected, and brought to Parasitology Laboratory of Unpad for identification. The study result identified four types of mosquito genera which were Culex spp. (405), Armigeres spp. (70), Aedes spp. (33), and Anopheles spp. (10). Prevention toward potential breeding sites and protection using window net should be considered to reduce the risk of vector-borne diseases. In conclusion, Aedes spp. is the most active mosquito during the day while Culex spp. and Armigeres spp. are the most active mosquito during the night.SURVEI NYAMUK DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR PADA BULAN SEPTEMBER–NOVEMBER 2016Kabupaten Sumedang dilaporkan sebagai salah satu daerah endemik demam berdarah di Jawa Barat. Jumlah pasien demam berdarah yang datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Sumedang meningkat dalam tiga bulan terakhir pada tahun 2015. Universitas Padjadjaran (Unpad) merupakan salah satu wilayah yang terluas di Jatinangor Sumedang sebagai tempat banyak orang melakukan aktivitas pada siang dan malam hari. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi jenis genera nyamuk yang ada di kampus Unpad Jatinangor berdasar atas waktu dan lokasi. Survei lapangan dilakukan pada 22 lokasi di kampus Unpad Jatinangor pada bulan September–November 2016 menggunakan perangkap nyamuk cahaya yang dimodifikasi. Perangkap nyamuk ditempatkan di dalam dan luar ruangan untuk setiap lokasi. Perangkap nyamuk dipasang selama 24 jam, kemudian nyamuk dikumpulkan setiap 12 jam. Nyamuk yang terperangkap dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam cangkir plastik, diberi label sesuai dengan waktu pengambilan, kemudian dibawa ke Laboratorium Parasitologi Unpad untuk diidentifikasi. Hasil penelitian menunjukkan 4 genera nyamuk ditemukan di kampus Unpad Jatinangor, yaitu Culex spp. (405), Armigeres spp. (70), Aedes spp. (33), dan Anopheles spp. (10). Pencegahan pada tempat yang berpotensi menjadi sarang nyamuk dan perlindungan menggunakan kawat nyamuk pada jendela harus dipertimbangkan untuk menurunkan risiko penyakit tular vektor. Simpulan penelitian ini, Aedes spp. merupakan nyamuk yang paling aktif pada siang hari serta Culex spp. dan Armigeres spp. yang paling aktif pada malam hari.

Page 1 of 2 | Total Record : 13